Sabtu, 21 Januari 2017

AUDIT SEKTOR PUBLIK (Audit Sektor Pemerintahan di Indonesia)

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ 


Sungguh berat sekali rasanya untuk mulai menulis, namun akan sangat mubazir apa yang saya baca jika tidak dibagikan kepada sesama. Baiklah kali ini secara khusus kita akan membahas mengenai audit sektor publik semoga bermanfaat bagi yang membutuhkan materi ini.

AUDIT SEKTOR PUBLIK (Audit Sektor Pemerintahan di Indonesia)
Frida Fanani Rohma _ *rohmafrida@gmail.com

Audit Sektor Pemerintahan di Indonesia

 Audit sektor publik memiliki cakupan yang cukup luas, oleh karena itu penting untuk memahami secara detail dalam setiap bagian. Berikut akan dibahas mengenai cakupan audit pemerintah di Indonesia termasuk pengawasan, pemeriksaan, jenis audit, serta ciri khusus audit pemerintahan di Indonesia yaitu Standar Pemeriksaan Keuangan (SPKN), BPK, BPKP dan Inspektorat.

Cakupan Audit Pemerintahan di Indonesia (termasuk Pemeriksaan, Pengawasan dan Pengendalian di Indonesia)

 Secara umum cakupan audit pemerintahan termasuk di Indonesia tidak berbeda dengan audit di sektor bisnis yaitu mencakup audit internal dan audit eksternal. Bastian (2001: 273) menjelaskan audit eksternal sektor publik memiliki tanggungjawab yang lebih luas dibandingkan dengan audit eksternal sektor bisnis, karena peraturan, tugas dan kewajiban yang dibebankan lebih besar. Sedangkan audit interal lebih pada fungsi penilaian independen yang dibentuk oleh manajemen organisasi untuk meninjau ulang sistem pengendalian internal, tujuan audit internal di sektor publik untuk menguji, mengevaluasi dan memberikan laporan kelayakan pengendalian internal untuk memberikan kontribusi kepada penggunaan sumber daya yang layak, ekomonis, efisien dan efektif, Bastian (2001: 272). Secara umum perbedaannya adalah sebagai berikut: 


Audit Eksternal
Audit Internal
Tujuan
Memberikan pendapat
Terwujudnya efisiensi dan efektifitas
Pemakai
Stakeholder (DRP, Rakyat dan lain-lain)
Manajemen pemerintah
Metode
Audit ketaatan dan audit keuangan.
Audit operasional, audit manajemen dan audit kinerja.
Kriteria
Undang-undang, PABU, SPAP (Standar Profesi
Audit Independen)
Undang-undang, key performance indicator, SPAP (Standar Profesi
Audit Independen)
Outcome
Good Governance
Good Governance
*Sumber: Bastian (2001: 274)
      Dalam membahas mengenai audit internal dan eksternal di sektor publik akan selalu terkait dengan BPK (Badan Pemeriksa Pembagunan) maupun BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) serta mengenai sistem pemeriksaan, pengawasan dan pengendalian yang ada di Indonesia. Halim dan Kusufi (2016: 369) menjelaskan bahwa secara konseptual pemeriksaan (auditing) sangat berbeda dengan aspek pengawasan, pemeriksaan APBN/APBD hanya dapat dilakukan oleh institusi yang mewakili wewenang dan keahlian untuk melakukan audit, sedangkan pengawasan dapat dilakukan dari pihak internal maupun eksternal.
     Pengawasan merupakan tindakan untuk membandingkan antara yang seharusnya terjadi dengan yang sebenarnya terjadi untuk menjamin pencapaian tujuan tertentu, pengawasan eksternal yang dilakukan oleh pihak luar eksekutif (DPR/DPRD) lebih menekankan evaluasi terhadap pimpinan dan pengawasan internal lebih menekankan pada pengendalian internal dan pengendalian manajemen, Halim dan Kusufi (2016: 370). Sedangkan pemeriksaan berdasarkan Taringan (2007) dalam Halim dan Kusufi (2016: 370) dibagi menjadi dua jenis yaitu pemeriksaan keuangan internal dan eksternal, pemeriksaan internal lebih pada bentuk pengawasan pada pimpinan seperti yang dilakukan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) dalam lingkungan pemerintah secara keseluruhan, sedangkan pemeriksaan eksternal lebih kepada pertanggungjawaban keuangan pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat yang dilakukan oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).
    Bastian (2012: 298) menjelaskan bahwa BPKP merupakan lembaga “pengawas pemerintahan”, sedangkan BPK merupakan lembaga “pemeriksa” yang berada di luar pemerintahan. Bastian (2012: 298) menambahkan sebagai pemeriksa eksternal BPK harus memberikan opini terhadap pelaporan keuangan pemerintah, sedangkan BPKP sebagai lembaga pengawas nampaknya dalam praktiknya cenderung menjadi pemeriksa, hal tersebutlah yang mengakibatkan pemerintahan kehilangan pengawas yang akan memberikan rekomendasi tentang pelaksanaan program pembangunan. Berikut merupakan dasar perbedaan penting dari pengawasan dan pemeriksaan selain dari unsur BPK “pemeriksa” dan BPKP “pengawas” adalah sebagai berikut: 


Pengawasan
Pemeriksaan
Pengendalian
Lembaga 
Internal audit 
Eksternal audit 
Atasan
Hasil
Rekomendasi
Opini
Pujian/Teguran
Metode 
Observasi
Trading
Komunikasi/Dialog
Tindak lanjut 
Perbaikan
Penyidikan
Peningkatan kinerja
Subjek
Manajemen program
Manajemen
organisasi
Bawahan 
Objek 
Mekanisme program
Bukti transaksi
Perilaku manusia
Tujuan 
Tercapai tujuan
Diterima umum
Reformasi 
*Sumber: Bastian (2001: 298)
     Perlu diperhatian bahwa BPK dan BPKP dalam melaksanakan tanggungjawabnya perlu memahami dan mematuhi kode etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) serta standar audit APIP atau standar audit lainnya yang telah ditetapkan. Badjuri (2012) menjelaskan bahwa kegiatan utama APIP meliputi audit, review, pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lainnya berupa sosialisasi, asistensi, dan konsultansi, kode detik APIP dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PERMENPAN) Nomor PER/04/M.PAN/03/2008. 
 _tulisan ini semata-mata hanya ringkasan yang masih sangat sederhana, masih terdapat beberapa hal yang ingin saya tambahkan sebenarnya mengenai Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), BPK, BPKP dan Inspektorat, namun si mungil (laptop) sudah lelah dan meminta haknya untuk diistirahatkan untuk ditambah daya, semoga dapat disambung diposting berikutnya, AAmiiin.. 

Audit Sektor Publik vs Audit Sektor Privat

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ


Setelah beberapa bulan yang lalu banyak posting terkait audit sektor privat, kali ini saya akan mencoba untuk menuliskan sedikit dari yang saya pahami dari beberapa referensi mengenai audit sektor publik, semoga bermanfaat dan sedikit memberikan kita semua pencerahan. InsyaAllah nanti di posting selanjutnya akan dituliskan beberapa hal secara lebih detail khusus mengenai audit sektor publik.


Audit Sektor Publik dan Audit Sektor Privat
Frida Fanani Rohma _ *rohmafrida@gmail.com

     Auditing merupakan suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan oleh pihak yang berkompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, Arens dan Loebbecke (1991) dalam Halim dan Kusufi (2016: 373). Muwarto et al (tanpa tahun) menjelaskan dari beberapa definisi auditing terdapat 4 istilah utama yaitu perlunya informasi dan kriteria yang ditetapkan, pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti, adanya orang yang berkompeten dan independen hingga pada penyusunan laporan audit yang merupakan media penyampaian temuan selama audit kepada pengguna. Audit berkembang pesat baik pada sektor publik maupun swasta, walaupun secara teknis memungkinkan terdapat beberapa kesamaan, namun juga terdapat beberapa perbedaan antara audit sektor publik dan swasta.
     Perbedaan paling mendasar antara audit sektor publik dan swasta adalah pertimbangan kebijakan politik, hal yang paling penting untuk membedakan antara audit sektor publik dan privat tersebut adalah perbedaan kepentingan antara kebijakan politik dan rasional ekonomi, kebijakan politik biasanya diprioritaskan dalam sektor publik setidaknya dalam jangka pendek, Muwarto et al (tanpa tahun). Muwarto et al (tanpa tahun) juga menjelaskan beberapa perbedaan lainnya antara audit sektor publik dan audit sektor privat. Pertama, audit sektor swasta lebih ditentukan oleh interaksi antara pemilik perusahaan dan manajemen perusahaan yang banyak ditentukan oleh kontrak yang terjadi diantara kedua belah pihak, sedangkan pada sektor publik interaksi antara pemilik (masyarakat yang diwakilkan oleh legislatif) dengan manajemen (pemerintah) diatur secara jelas dengan peraturan perundang-undangan.   Kedua, audit sektor publik sangat dipengaruhi oleh laporan perundang-undangan, aturan yang ada dalam undang-undang mengatur berbagai hal yang perlu di audit dan harus dilaporkan dalam laporan audit, Muwarto et al (tanpa tahun). Dalam hal ini, audit sektor publik sangat menekankan pada aspek ketaatan terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku, sedangkan pada sektor privat tidak terdapat acuan khusus dalam undang-undang. Ketiga, laporan audit sektor publik menyediakan informasi lebih banyak daripada sektor privat, hal ini juga menunjukkan bahwa tanggungjawab auditor sektor publik lebih luas jika dibandingkan tanggungjawab auditor sektor swasta, Muwarto et al (tanpa tahun).  Selain itu beberapa perbedaan tersebut beberapa perbedaan lain antara audit sektor publik dan audit sektor privat juga dijelaskan pada bahan ajar “Rerangka Kerja Audit Sektor Publik” UDINUS (Universitas Dian Nuswantoro) yang diakses di http://eprints.dinus.ac.id/14474/1/[Materi]_Rerangka_kerja_audit_sektor_publik.pdf, sebagaimana berikut: 
Uraian
Audit sektor publik
Audit sektor privat
Pelaksanaan 
Lembaga audit pemerintahan dan KAP yang ditunjuk oleh lembaga audit pemerintah (BPK)
Kantor     Akuntan       Publik
(KAP)
Objek 
Entitas, program, kegiatan, dan fungsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara (sesuai peraturan undang-undang)
Perusahaan/Entitas swasta
Standar 
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) dikeluarkan oleh
BPK
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dikeluarkan oleh IAI
Kepatuhan terhadap
Undang-
Undang
Merupakan faktor dominan karena kegiatan di sektor publik sangat dipengaruhi oleh peraturan dan
undang-undang
Tidak terlalu dominan dalam audit
*Sumber: materi ajar “Rerangka Kerja Audit Sektor Publik” UDINUS

REFERENSI
Bahan Ajar “Rerangka Kerja Audit Sektor Publik” Universitas Dian Nuswantoro diakses  di http://eprints.dinus.ac.id/14474/1/[Materi]_Rerangka_kerja_audit_sektor_publik.p df. pada   16 Desember 2016. Pukul: 11.22 WIB

Halim, Abdul dan M. Syam Kusufi. 2016. Teori Kosep dan Aplikasi Akuntansi Sektor Publik Dari Anggaran Hingga Laporan Keuangan Dari Pemerintah Hingga Tempat Ibadah Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat

Muwarto, Rahmadi,. Budiarso, Adi., dan Ramadhana, Fajar Hasri. (Tanpa Tahun). Audit Sektor Publik Suatu Pengatar Bagi Pembangunan Akuntabilias Instansi Pemerintah. LEKPAP - BPPK (Lembaga Pengkajian Keuangan Publik dan Akuntabilitas Pemerintah – Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan) Departemen Keuangan RI. Diakses di http://www.perpustakaan.depkeu.go.id/ pada 16 Desember 2016. Pukul: 10.22 WIB 

Teori dan Aplikasi: Konsep Sistem Pengendalian Manajemen dan Pusat Pertanggungjawaban di Organisasi Pemerintahan

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Salam Sejahtera,

Semoga kebaikan dan rahmat Allah selalu menyertai kita semua. Kali ini masih dalam ranah sektor publik ya teman-teman, kita akan membahas mengenai Sistem Pengendalian Manajemen dan Pusat Pertanggungjawaban di Organisasi Pemerintahan, semoga bermanfaat dan dapat membantu bagi yang membutuhkan materi ini.

Sistem Pengendalian Manajemen dan Pusat Pertanggungjawaban di Organisasi Pemerintahan

Frida Fanani Rohma _ *rohmafrida@gmail.com

Manajemen Strategi di Organisasi Pemerintahan
Manajemen strategi diperlukan untuk mengembangkan sistem pengendalian manajemen. Untoro (2010) dalam Halim dan Kusufi (2016: 87) mengungkapkan bahwa efektivitas penerapan manajemen strategi sangat tergantung pada lingkup organisasi, pada konteks publik ketidakpastian lingkungan dipengaruhi oleh besarnya pesan oversight body, pihak berkepentingan yang sangat bervariatif dan sasaran organisasi yang masih samar  Halim dan Kusufi (2016: 97-100) menjelaskan proses manajemen strategis pada sektor publik telah diatur dalam UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem perencanaan dan pembangunan nasional. Berdasarkan UU Nomor 25 Tahun 2004 Bab IV Pasal 8, menjelaskan terdapat empat tahap utama yang perlu diperhatikan dalam perancangan dan pembangunan nasional atau dapat disebut sebagai tahap manajemen strategis dalam pemerintahan sebagai organisasi sektor publik yaitu penyusunan rencana, penetapan rencana, pelaksanaan rencana dan evaluasi pelaksanaan rencana.

Sistem Pengendalian Manajemen Dan Pertanggungjawaban Di Organisasi Pemerintahan
     Sistem pengendalian manajemen sebagai serangkaian sistem yang terdiri dari sebuah proses yang digunakan oleh manajemen untuk mempengaruhi anggota organisasi supaya melaksanakan strategi yang telah ditetapkan oleh manajemen puncak untuk mencapai tujuan organisasi. Sistem pengendalian manajemen merupakan tahap selanjutnya yang dibutuhkan oleh suatu organisasi setelah manajemen strategis, sebagai alat untuk mencapai sistem manajemen yang baik
     Mardiasmo (2009: 45) menjelaskan bahwa sistem pengendalian manajemen sektor publik sangat diperlukan untuk menjamin terlaksananya strategi secara efektif dan efisien sehingga tujuan organisasi tercapai. Dalam melaksanakan sistem pengendalian manajemen diperlukan peran beberapa bagian yang terkait didalamnya seperti kemampuan dari sumber daya manusia dan dukungan dari lingkungan organisasi baik lingkungan internal dan lingkungan eksternal.
    Sistem pengendalian manajemen di pemerintahan dapat dilakukan secara formal dan nonformal, terdapat beberapa proses sistem pengendalian manajemen di pemerintahan yang perlu memperhatikan untuk mencapai hasil yang optimal, Mardiasmo (2006: 50-58) yaitu:

  1. Perumusan strategiDalam pemerintahan perumusan strategi dilakukan oleh dewan legislatif yang hasilnya berupa GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara). Perumusan strategi menghasilkan strategi global (makro) yang dijabarkan menjadi strategi mikro. Salah satu metode penentuan strategi dengan menggunakan analisis SWOT.
  1. Perencanaan Strategik: Perencanaan strategik merupakan proses penentuan program, aktivitas atau proyek yang dalam pemerintahan tercermin pada RPJM, RPJP, RKP.
  1. Penganggaran dan Operasional AnggaranMerupakan tahap yang dilakukan setelah perencanaan strategik dilakukan.
  2. Penilaian kinerja: Supaya sistem pengendalian manajemen pada pemerintahan dapat berjalan optimal adanya penilaian kinerja dengan menciptakan mekanisme reward dan punishment sangat diperlukan. Manajemen kompensasi reward dapat berupa finansial maupun dalam bentuk nonfinansial
Terdapat keterkaitan antara sistem pengendalian manajemen dengan pusat pertanggungjawaban. Sebagaimana Anthony dan Govindarajan (2007: 170) selaras dengan Mardiasmo (2009: 45) menjelaskan bahwa struktur organisasi harus sesuai dengan sistem pengendalian manajemen hal ini dikarenakan sistem pengendalian manajemen berfokus pada unit organisasi sebagai pusat pertanggungjawaban. Sistem pengendalian manajemen harus didukung dengan struktur pusat petanggungjawaban yang baik. Pengendalian manjemen berfokus pada pusat pertanggungjawaban, karena pusat pertanggungjawaban merupakan alat untuk menerapkan strategi dan program yang telah di seleksi melalui proses perencanaan strategik, terdapat empat pusat pertanggungjawaban di pemerintah berdasarkan Halim dan Kusufi (2016: 110-11) dan Mardiasmo (2009: 47):

  1. Pusat Biaya: Merupakan pusat pertanggungjawaban yang prestasi manajer dinilai berdasarkan pada biaya yang telah dikeluarkan, ukuran kinerja berdasarkan pada penggunaan biaya tidak berdasarkan nilai output. Pada pemerintahan nilai output yang dihasilkan seringkali ada namun tidak dapat diukur dalam satuan moneter hanya sebatas pengukuran fisik
  1. Pusat PendapatanMerupakan pusat pertanggungjawaban yang prestasi manajernya dinilai berdasarkan pendapatan yang dihasilkan. Operasional yang ada didalamnya di dominasi dengan menghasilkan dan memungut pendapatan.
  1. Pusat Laba: Merupakan pusat pertanggungjawaban yang prestasi manajer dinilai berdasarkan pada laba yang dihasilkan yakni dengan menandingkan input dengan output yang dapat dinilai dalam satuan unit moneter.
  2.  Pusat investasiMerupakan pusat pertanggungjawaban yang dinilai berdasarkan laba yang dihasilkan atas dasar investasi yang ditanamkan pada pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya.
Pusat pertanggungjawaban sebagai budget holder, maka proses penyiapan dan pengendalian anggaran harus menjadi fokus perhatian manajer pusat pertanggungjawaban. Pusat pertanggungjawaban juga dapat berfungsi sebagai jembatan untuk melakukan buttom up budgeting atau parcitipative budgeting, Halim dan Kusufi (2016: 112). Selain itu Mardiasmo (2009: 48) mambahkan, bahwa aturan pengendalian dapat dibagi menjadi aturan pengendalian dan aturan pelaksanaan dan pada setiap pusat pertanggungjawaban manajer memiliki kebijaksanaan untuk memilih dan mengimplementasikan tindakan sehingga pusat pertanggungjawaban merupakan bagian penting dalam pelaksanaan dan pengendalian anggaran. Halim dan kusufi (2016: 114) menjelaskan untuk mengarahkan keputusan dan mengevaluasi kinerja manajer dibutuhkan sebuah pengukuran kinerja, oleh karena itu pusat pertanggungjawaban merupakan basis pengukuran kinerja yaitu dengan membandingkan pencapaian dengan anggaran yang ditetapkan sebelumnya. 

Aplikasi konsep pertanggungjawaban di organisasi pemerintahan
Berikut aplikasi konsep pertanggungjawaban di organisasi pemerintahan.

  1. Pusat Biaya
Sesuai dengan definisi, pusat biaya merupakan pusat pertanggungjawaban yang prestasi manajer dinilai berdasarkan pada biaya yang telah dikeluarkan, ukuran kinerja berdasarkan pada penggunaan biaya tidak berdasarkan nilai output. Halim dan Kusufi (2016: 115) menjelaskan pada pemerintahan nilai output yang dihasilkan seringkali ada namun tidak dapat diukur dalam satuan moneter hanya sebatas pengukuran fisik. Dalam pemerintahan efisiensi pusat biaya didasarkan pada biaya standar, dan tingkat efektifitas didasarkan pada kepuasan dan kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.  Contoh: Kementerian kesehatan mengeluarkan biaya berdasarakan standar biaya tertentu (efisiensi) untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, tingkat kepuasan dari kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat merupakan hasil dari pusat biaya.

  1. Pusat Pendapatan
Sesuai dengan definisinya pusat pendapatan merupakan pusat pertanggungjawaban yang prestasi manajernya dinilai berdasarkan pendapatan yang dihasilkan. Fokus pusat pendapatan adalah menghasilkan pendapatan dan kinerjanya didasarkan pada besaran pendapatan sesungguhnya dari yang ditargetkan. Contoh: kemampuan DJP dalam memungut dan mengumpulkan pajak, mengingat pajak merupakan sumber pendapatan terbesar bagi negara. Besaran jumlah pajak yang berhasil diperoleh dari pungutan dibandingkan dengan jumlah yang dianggaran. Selain itu pada pemerintah daerah terdapat dinas pendapatan yang berperan untuk memungut dan mengumpulkan pendapatan daerah, walaupun dalam pemerintah daerah terdapat berbagai dinas yang memperoleh pemasukan dari satuan kerja dibawahnya seperti dinas perhubungan dari retribusi dan reklamasi namun tetap terjadi koordinasi dengan dinas pendapatan setempat, karena kinerja pemerintah daerah secara keseluruhan merupakan tanggungjawab dari dinas pendapatan.

  1. Pusat Laba
Sesuai dengan definisinya pusat laba merupakan pusat pertanggungjawaban yang prestasi manajer dinilai berdasarkan pada laba yang dihasilkan yakni dengan menandingkan input dengan output dan dinilai dalam satuan moneter. Pada umumnya pusat laba merupakan unit bisnis pemerintah yang telah melakukan privatisasi, Halim dan Kusufi (2016: 116) mengungkapkan proses pembiayaan pada perusahaan yang melakukan privatisasi dilakukan berdasarkan pada peraturan undang-undang yang berlaku, namun kegiatan operasionalnya sama dengan organisasi bisnis. Contoh: BUMN yang beberapa diantara masih mendapatkan suntikan dana dari APBN, namun dalam praktiknya seperti organisasi bisnis untuk menghasilkan laba yang nantinya pada tingkat tertentu dari laba tersebut akan diserahkan kepada negara.

  1. Pusat Investasi
Sesuai dengan definisnya pusat investasi merupakan pusat pertanggungjawaban yang dinilai berdasarkan laba yang dihasilkan atas dasar investasi yang ditanamkan pada pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnnya. Pusat investasi pada pemerintahan terkait dengan pengorbanan konsumsi untuk memperoleh manfaat tidak hanya orientasi manfaat keuangan namun juga untuk memperoleh manfaat non keuangan. Contoh: terkait dengan manfaat keuangan, pembangunan tempat pariwisata merupakan investasi pemerintah yang menghasilkan manfaat keuangan dan secara bersaman dinas pendapatan sebagai pusat pendapatan dapat memperoleh retribusi dari pengunjung yang datang dengan kendaraan dalam bentuk retribusi parkir. Terkait dengan manfaat non keuangan seperti pembangunan, prasarana umum seperti jembatan. Manfaat keuangan dari jembatan tersebut tidak dapat dihitung, namun adanya jembatan memudahkan akses dan mobilisasi penduduk, kemudahan akses dan mobilisasi dapat mengakibatkan perputaran barang menjadi lebih mudah, perekonomian dapat meningkat yang memungkinkan penerimaan pajak juga meningkat.
  1. Pusat Beban Terbatas
Pusat beban terbatas merupakan unit yang menghasilkan output namun tidak dapat diukur secara keuangan atau unit yang tidak memiliki hubungan yang kuat antara pemakaian sumber daya dan hasil yang dicapai, Halim dan Kusufi (2016: 118). Contoh dari pusat beban terbatas pada organisasi pemerintahan adalah bagian administrasi, kesekretariatan, tata usaha pada sebuah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendukung operasional kantor dan pelaksanaan program SKPD secara keseluruhan. Kegiatan yang dilaksanakan mudah diukur inputnya yaitu biaya yang dikeluarkan tetapi output sangat sulit untuk diukur dengan tolak ukur kinerja. Pada umumnya yang hanya dapat diukur adalah tingkat efisiensi, karena tingkat efektifitasnya sangat sulit untuk diukur.


REFERENSI

Anthony, Robert N. and Govindarajan V. 2007, Management Control System Jilid Satu Edisi 12. McGraw-Hill Irwin, 12th Edition
Anthony, Robert N. and Govindarajan V. 2007, Management Control System Jilid Dua Edisi 12. McGraw-Hill Irwin, 12th Edition
Halim, Abdul dan M. Syam Kusufi. 2014. Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Kuangan Daerah SAP Berbasis Akrual Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat
Halim, Abdul dan M. Syam Kusufi. 2016. Teori Kosep dan Aplikasi Akuntansi Sektor Publik Dari Anggaran Hingga Laporan Keuangan Dari Pemerintah Hingga Tempat Ibadah Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Dan Pembangunan Nasional


Sistem Anggaran di Indonesia Sebelum dan Setelah Paket UU Keuangan Negara

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Selamat Pagi, 
Setelah lama gak berbagai,  tiba-tiba kejatuhan rindu petuah Imam Ali "Ikatlah Ilmu dengan Tulisan". Kali ini kita akan membahas mengenai Sistem Anggaran Di Indonesia dari perspektif paket UU Keuangan Negara, semoga bermanfaat.

Sistem Anggaran di Indonesia Perbandingan 3 Fase berdasarkan paket UU Keuangan Negara
Frida Fanani Rohma  _ *rohmafrida@gmail.com
     Sistem Anggaran di Indonesia yang disusun dalam proses penganggaran merupakan bagian penting dalam pengelolaan keuangan, yang juga dijelaskan dalam UU Nomor 17 Tahun 2003. Lebih lanjut Halim dan Kusufi (2016: 68) menjelaskan proses penganggaran merupakan hal yang tidak terpisah dari pengelolaan keuangan, oleh karena itu dalam membahas perkembangan sistem anggaran di pemerintahan akan selalu terkait dengan perubahan undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan. Sebelum terdapat undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara, sistem anggaran yang ada di Indonesia masih menggunakan sistem anggaran turunan dari kolonial Belanda. Perkembangan kondisi politik merupakan salah satu faktor pendorong berubahnya kebijakan yang ada dan berdampak pada pembentukan undang-undang termasuk didalamnya membahas pengelolaan keuangan negara. Hal tersebut menunjukkan juga bahwa terjadi perubahan sistem penganggaran di Indonesia. Halim dan Kusufi (2016: 68-76) dan Bastian (2005: 50-52) menjelaskan bahwa terdapat tiga tahapan dalam perkembangan pengelolaan keuangan negara setelah adanya undang-undang. Perkembangan pengelolaan keuangan negara tersebut juga berarti perkembangan penganggaran dan sistem anggaran di Indonesia.

Penganggaran di Era reformasi
Pada era reformasi pengelolaan keuangan masih didasarkan pada aturan yang ada dalam undang-undang perbendaharaan Indonesia (ICW) dan Undang-undang yang berlaku adalah UU Nomor 5 tahun 1974 yang berisikan pokok pemerintah daerah yang didukung oleh beberapa aturan pelaksanaan lainnya, Halim dan Kusufi (2016: 69).
Beberapa inti di era reformasi yang terkait dengan penganggaran dan sistem anggaran yaitu proses penyusunan anggaran masih menggunakan sistem tradisional dengan berdasarkan pada pendekatan inkrimental dan line item, pertanggungjawaban ditekankan pada setiap input. Sistem pembukuan yang dilakukan masih menggunakan tata buku tunggal berbasis kas, penyusunan anggaran dan pembukuan saling berhubungan dan mempengaruhi mengakibatkan penghitungan anggaran membutuhkan waktu lama, Halim dan Kusufi (2016: 70).

Penganggaran di Era Pasca-Reformasi
     Pada era pasca-reformasi terdapat dua paket undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan yaitu UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 yang membahas mengenai perimbangan pemerintah pusat dan daerah, yang didukung oleh beberapa aturan pelaksanaan lainnya, Halim dan Kusufi (2016: 71)
Beberapa inti pembahasan di era reformasi, yang terkait dengan sistem anggaran yaitu adanya tuntutan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan sehingga sistem penganggaran mulai menerapkan anggaran kinerja yang penekanan pertanggungjawaban didasarkan pada output dan outcome, adanya penerapan value for money yang menekankan pada ekonomis, efisiensi dan efektifitas. Inti penting lainnya yaitu diterapkannya konsep pertanggungjawaban yang terdiri dari pusat pendapatan, pusat biaya, pusat laba dan pusat investasi. Selain itu juga terjadi perubahan dalam sistem akuntansi pemerintahan yang mulai menerapkan double entry dengan berbasis kas modifikasian, Halim dan Kusufi (2014: 5-6)
Penganggaran di Era Pasca-Reformasi Lanjutan (Kondisi Saat Ini)
Merupakan kondisi saat ini sistem dari pengelolaan keuangan negara. Terdapat tiga paket Undang-Undang tentang keuangan negara yaitu UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab keuangan Negara. Sistem anggaran saat ini yang diterapakan adalah sistem anggaran berbasis kinerja yang diungkapkan secara jelas dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 Bab 3 dalam pasal 11 sampai dengan pasal 15 dan dalam penjelasan atas UU No. 17 Tahun 2003 Bagian 1 Nomor 6 paragraf keempat. Sistem anggaran yang saat ini digunakan secara rinci dijelaskan dalam Bab 3 UU Nomor 17 Tahun 2003, berikut akan dipaparkan penjelasan penting di dalam Bab 3 UU Nomor 17 Tahun 2003.

Gambaran umum Pembahasan dalam Bab 3 UU Nomor 17 Tahun 2003
          Bahasan utama dalam Bab 3 mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD dalam undang-undang yang meliputi : penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan sebagainya.
          Anggaran sebagai alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara.
         Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik, perlu dilakukan perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai dengan klasifikasi yang digunakan secara internasional. Adanya perubahan dalam pengelompokan transaksi pemerintah.

Naah jadi begitu ya sahabat , untuk mempermudah pemahaman kita semua berikut saya sajikan tabel yang merupakan mind map mengenai terkait sistem anggaran di Indonesia secara menyeluruh mulai dari sebelum adanya UU, hingga pada adanya paket UU Tentang Keuangan Negara yang saya coba untuk saya buat sendiri dari berbagai sumber dan referensi tekait, semoga dapat membantu kita untuk memahami yaa, semangat belajar .
Peta Konsep Sistem Anggaran di Indonesia Sebelum dan Setelah UU**
Pembahasan
Sebelum ada Undang-Undang
Setelah adanya Undang-Undang Keuangan Negara
Prareformasi
UU No. 5 Tahun 1974
Pasca- Reformasi

(2 Paket UU-Otonomi Daerah)

Ø UU No 22 Tahun 1999
Ø UU Nomor 25 Tahun 1999
Pasca-Reformasi Lanjutan
(saat ini)

(3 Paket UU- Keuangan Negara)

Ø UU Nomor 17 Tahun 2003 (Keuangan Negara)
Ø UU Nomor 1 Tahun 2004 (Perbendaharaan Negara)
Ø UU Nomor 15 Tahun 2004 (pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara)
Sistem Anggaran – Penganggaran yang digunakan
Kolonial Belanda
Sistem Anggaran Tradisional
(Pendekatan Inkrimental dan Line item)
Sistem Anggaran Berbasis Kinerja
*saat ini
Sistem Anggaran Berbasis Kinerja (berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003, Bab 3 dalam pasal 11 sampai dengan pasal 15 dan dalam penjelasan atas UU No. 17 Tahun 2003 Bagian 1 nomor 6 paragraf ke empat)
Fokus

Ø Alokasi Input

Ø Pengendalian pengeluaran
Ø Input, output dan outcome
Ø Value for money (Ekonomis, efisiensi, efektifitas)
Ø Input, output dan outcome
Ø Value for money (Ekonomis, efisiensi, efektifitas)
Ø Analisis standar belanja dan standar pelayanan minimal
Sistem Akuntansi
Kolonial Belanda
Single entry
Doble entry berbasis kas modifikasian
Doble entry berbasis semi akrual
**Bersumber dari berbagai referensi diolah oleh penulis (jika ada yang perlu didiskusikan,sangat terbuka #rohmafrida@gmail.com)

REFERENSI
Bastian, Indra. 2005. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit Erlangga
Departemen Keuangan Republik Indonesia dan Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Badan Perencanaan Pembangunan Nasioanl. 2009. Pedoman Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja. Jakarta.
Halim, Abdul dan M. Syam Kusufi. 2014. Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Kuangan Daerah SAP Berbasis Akrual Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat
Halim, Abdul dan M. Syam Kusufi. 2016. Teori Kosep dan Aplikasi Akuntansi Sektor Publik Dari Anggaran Hingga Laporan Keuangan Dari Pemerintah Hingga Tempat Ibadah Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab keuangan Negara
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara